Hukum Memanjangkan Dan Mengecat Kuku
HUKUM MEMANJANGKAN DAN MENGECAT KUKU[1]
Pertanyaan.
Apa hukum memanjangkan kuku dengan tetap merawatnya atau hukum mengecatnya serta hukum menghilangkan cat itu ketika tiba waktu shalat?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab:
Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengingatkan kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin tentang masalah mencontoh kebiasaan-kebiasaan orang kafir. Karena sesungguhnya, mengikuti adat kebiasaan mereka dan menyerupai mereka atau sama dengan mereka dalam penampilan yang zahir itu terkadang bisa menyeret si pelaku untuk sama dengan mereka dalam masalah yang tidak terlihat mata. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai sekelompok kaum maka dia termasuk golongan mereka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Maka wajib bagi seorang Muslim untuk bangga dan merasa mulia dengan agamanya, memiliki kepribadian yang kuat serta tidak menjadikan dirinya sebagai pengekor yang terus mengikuti orang lain.
Mengenai hukum memanjangkan kuku yang ditanyakan oleh penanya, maka itu termasuk kebiasaan orang-orang kafir yang kita dilarang mengikutinya.
Memanjangkan kuku termasuk menyelisihi fithrah. Apabila kuku itu panjang maka akan menempel padanya berbagai macam kotoran. Kuku yang panjang tersebut akan menjadikan manusia yang mempunyai kedudukan mulia disisi Allâh Azza wa Jalla ini seakan menyerupai seekor hewan. oleh karena itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang hukum menyembelih binatang dengan menggunakan batu dan bambu atau yang semisalnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَكُلْ غَيْرَ السِّنِّ، وَالظُّفْرِ، فَإِنَّ السِّنَّ عَظْمٌ، وَالظُّفْرَ، مُدَى الْحَبَشَةِ
Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebutkan nama Allâh Azza wa Jalla padanya (dibacakan bismillah-red) maka makanlah oleh kalian kecuali gigi dan kuku maka sesungguhnya gigi itu tulang sementara kuku adalah pisau besar orang-orang Habasyah. [HR. Muslim]
Maksudnya, Habasyah itu adalah mereka yang membiarkan kuku-kukunya memanjang sehingga bisa digunakan untuk menyembelih binatang, sehingga keadaan mereka menyerupai binatang buas. Oleh karena itu, kita tidak pantas menyerupai mereka (dengan memanjangkan kuku-red).
Disamping itu, memanjang kuku juga menyelisihi fithrah yang berarti juga menyelisihi syariat Islam. Karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi waktu kepada umatnya supaya tidak membiarkan kuku-kuku, kumis, rambut kemaluan, serta bulu ketiak melebihi 40 hari.
Kesimpulannya, kita wajib menghindari prilaku-prilaku yang menyerupai orang-orang kafir secara mutlak.
Adapun masalah yang kedua yang ditanyakan yaitu masalah mengecat atau menempelkan sesuatu di atas kuku yang bisa menghalangi sampainya air ke kuku tersebut maka hukumnya haram, kecuali apabila seorang perempuan yang dalam keadaan tidak boleh shalat (karena haid atau semisalnya), maka da diperbolehkan menempelkan sesuatu di atas kukunya. (Dengan catatan-red), apabila itu bukan termasuk ciri khas perempuan kafir. Jika itu termasuk ciri khas wanita kafir, maka tidak boleh untuk menyerupai mereka.
Sedangkan wanita yang dalam keadaan suci (dari haidh atau semisalnya) maka tidak diperbolehkan baginya untuk menempelkan apapun di atas kukunya yang bisa menghalangi sampainya air wudlu ke kuku tersebut, meskipun itu dilakukan hanya dalam waktu sau shalat saja.
Sungguh sangat disayangkan, beredarnya satu pemahaman yang menyatakan bahwa kaum wanita boleh menempelkan sesuatu (yang bisa menghalangi air wudlu -red) di atas kukunya dalam jangka waktu sehari semalam. Karena masalah ini diqiaskan (disamakan) dengan hukum memakai khuf (sepatu yang terbuat dari kulit atau semisalnya yang menutup mata kaki). Namun, qias seperti ini termasuk qias yang salah dan bertentangan dengan nash. Sebab memakai khuf dalam jangka waktu sehari semalam tujuannya untuk menjaga kedua kaki terutama di waktu musim dingin, sementara tangan tidak sama seperti kaki. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sahabat Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu bahwa dia pernah menuangkan air wudhu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai jubah yang sempit lengan bajunya maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan tangannya dari arah bawah lengan tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Kalau mengusap tangan diperbolehkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu pasti dalam keadaan seperti ini yaitu sulit membuka lengan baju dari lengan tangan untuk membasuh tangan lebih pantas untuk diperbolehkan mengusapnya saja.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari Fatâwâ Manâril Islâm karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hlm. 82-83
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/7537-hukum-memanjangkan-dan-mengecat-kuku.html